Nyaman,
mungkin sebuah kata yang sering kita dengar, bahkan sering kita baca dalam
slogan-slogan iklan layanan masyarakat yang bertebaran di pinggir jalan. Namun,
entah kenapa kata ‘nyaman’ tersebut hanyalah sebagai pemanis atau hanya sekadar
pelengkap saja. Pada kenyataannya, banyak sekali fasilitas-fasilitas publik
yang jauh dari kata nyaman. Jalanan yang berlubanglah, toilet yang tidak
bersihlah, sarana transportasi yang kurang memadailah, dan banyak lagi yang
sangat mengganggu bila kita menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Orang
biasa saja sering merasa tidak nyaman menggunakan fasilitas publik yang ada,
apalagi orang yang menyandang disabilitas. Mereka akan merasa jauh tidak nyaman
dalam melakukan aktivitas mereka, risih mungkin. Sehingga banyak dari kaum
disabilitas tersebut enggan keluar karena merasa tidak nyaman atau bahkan tidak
aman apabila berada di luar dengan fasilitas publik yang tidak memadai bagi
mereka.
Kaum
disabilitas sebenarnya membutuhkan perhatian yang lebih, meski mereka terkadang
terlihat lebih tegar dan mandiri dibanding kita-kita yang normal. Kartunet Kampanye Aksesibilitas Tanpa Batas yang diselenggarakan oleh Kartunet.com,
bekerja sama dengan ASEAN Blogger Community, serta didukung oleh XL Axiata ini
memberikan ruang tersendiri untuk menyuarakan kesetaraan bagi penyandang
disabilitas dalam hal aksesibilitas dan kenyamanan fasilitas publik. Seringkali
saya melihat kaum disabilitas itu melakukan pekerjaannya sendiri tanpa bantuan
orang lain, bahkan kebanyakan dari mereka terlihat seperti orang normal biasa.
Berbaur dan bekerja seperti layaknya orang normal. Namun, semandiri-mandirinya
mereka, tetap saja punya keterbatasan, sehingga ada kegiatan-kegiatan yang tak
bisa mereka lakukan selayaknya orang normal. Nah, di sinilah pentingnya
penyediaan fasilitas publik bagi penyandang disabilitas.
Gambar 1 |
Lihat
gambar di atas? Bagaimana seandainya jika seorang tunadaksa (terutama kaki) dan
tunanetra melewati trotoar tersebut? Keadaan seperti itu sangat membahayakan. Bukan
hanya penyandang disabilitas saja yang merasa tidak aman, pejalan kaki lain pun
merasa tidak nyaman dengan adanya lubang sebesar itu di trotoar.
Gambar 2 |
Gambar
di atas memang tidak masalah, jika yang menggunakan orang normal biasa. Lain
halnya jika yang menggunakan adalah seorang tunanetra. Bisa dibayangkan
seberapa bahayanya jika seorang tunanetra melewati zebra cross tersebut.
Apalagi jika keadaan jalan sedang ramai dan tidak ada petugas keamanan yang
berjaga. Meski ada lampu rambu lalu lintas, tapi apa gunanya untuk seorang
tunanetra?
Gambar 3 |
Bagaimana
pendapat Anda dengan tempat penyeberangan di atas? Seandainya yang melewati
adalah seorang yang berkursi roda atau penyandang tunadaksa, apa mungkin mereka
akan dengan gampang melewati tangga tersebut seperti dua orang itu? Ditambah
lagi, kalau sudah sampai di atas, lalu menjumpai hal seperti pada gambar di
bawah ini:
Gambar 4 |
Mungkin
mereka harus mempunyai kesabaran lebih jika menghadapi situasi seperti gambar
di atas. Dapat dilihat juga bahwa keadaan seperti gambar di atas sangat
berbahaya bagi tunanetra. Mereka bisa-bisa celaka karena tidak melihat ada
lubang sebesar itu di tengah jembatan.
Gambar 5 |
Dua
gambar di atas apa bisa dibilang situasi yang nyaman? Untuk ukuran orang normal
saja itu sudah sangat tidak nyaman, apalagi untuk penyandang disabilitas. Seharusnya
ada transportasi khusus bagi mereka penyandang disabilitas, sehingga tidak akan
terjebak dalam keadaan seperti di atas. Apalagi terkadang ada kondektur yang
memperlakukan penumpangnya dengan kasar (seperti yang sering saya alami), itu bakal
menambah ketidaknyamanan penumpang.
Gambar 7 |
Jadwal
keberangkatan bus dan kereta seperti yang terlihat pada dua gambar di atas
memang tampak biasa saja kalau orang normal yang melihat. Lain halnya jika yang
‘membaca’ jadwal tersebut adalah seorang tunanetra. Informasi apa yang bisa
didapat dari papan-papan tersebut bagi seorang tunanetra? Beruntung jika mereka
bersama keluarga yang bisa membantu, lha kalau sendirian bagaimana? Selain itu,
pengumuman keberangkatan dan kedatangan armada maupun pengumuman yang diumumkan
lewat pengeras suara di terminal dan stasiun, apa itu bisa diterima oleh
seorang tunarungu?
Gambar 9 |
Dapat
dilihat, di atas adalah gambar tombol lift. Alat ini memang memudahkan bagi
seorang tunadaksa karena tidak harus melewai tangga yang menyulitkan. Bagaimana
dengan seorang tunanetra? Memudahkan memang, karena tidak harus capek melewati
tangga, tapi kalau seandainya mereka sendirian dan menjumpai tombol lift
seperti itu, apa iya itu bisa jadi mudah bagi mereka?
Sebenarnya
para penyandang disabilitas itu bukan orang yang lemah hingga kita harus
memberikan perhatian yang berlebihan. Hanya saja, mereka itu membutuhkan
sesuatu yang berbeda dengan kita, orang normal. Kebanyakan dari mereka memang
tidak mau menggantungkan segala sesuatunya pada orang lain, mereka berusaha
keras untuk mandiri dan itu sangat bagus menurut saya. Walaupun mereka
mempunyai ‘kekurangan’, tapi mereka bisa mandiri. Nah, keinginan untuk mandiri
tersebut harusnya didukung fasilitas yang memadai bagi mereka, sehingga mereka
benar-benar bisa merasakan bagaimana mengerjakan segala sesuatunya sendiri,
tidak harus selalu bergantung pada orang lain. Menurut saya itu bisa membuat
semangat hidup mereka jauh lebih baik.
Salut
kepada Kartunet.com, ASEAN Blogger Community dan XL Axiata yang peduli dengan
masalah-masalah seperti dijabarkan di atas. Semoga semakin banyak gerakan-gerakan
untuk menyuarakan aspirasi para disabilitas, menggandeng mereka dan
menghilangkan sekat yang selama ini masih terlihat diantara kita (non
disabilitas) dan mereka.
Asal gambar:
Foto-foto yang sangat menarik.. dan ulasan yang bagus... selamat berjuang...
BalasHapushalo. terima kasih untuk kepeduliannya pada aksesibilitas fasilitas umum bagi saudara-saudara disabilitas. mungkin yang perlu dilihat lagi mengenai konsep normal dan tidak normal. apakah yang mengalami disabilitas bukan orang normal? :)
BalasHapusnormal? maaf, di sini saya mengartikan normal sebagai 'keadaan yang biasa' :)
Hapusmaaf kalau saya salah