Social Icons

Senin, 17 Desember 2012

-Bidadari dalam Cermin-




Malam ini rembulan begitu mempesona. Bumi bersorak gembira menyambutnya. Begitupun aku, yang diam-diam menyimpan kebahagiaan yang membuncah dalam dada. Aku melihat rembulan yang seakan tersenyum padaku, mengatakan bahwa ia merestuiku. Aku mengangguk perlahan padanya, lalu buru-buru masuk ke kamar dan menemui kekasihku.

Oh, dia sudah duduk manis di sana. Malam ini dia terlihat sangat cantik. Wajahnya seterang rembulan yang saat ini bersinar dengan indahnya. Kedua matanya mampu menenggelamkanku dalam perasaan yang begitu dalam. Sedang bibirnya semerah mawar, hingga aku dapat mencium wanginya kala kudekati. Kutatap lekat wajahnya, ada gelombang dalam dada yang mampu menggoncangkan seluruh jiwaku. Aku telah terperangkap dalam dunia yang entah bernama apa. Hanya ada kami berdua, aku dan dia.

"Kau begitu cantik malam ini," bisikku perlahan. Sengaja kukecilkan suaraku agar orang rumah tak mendengar. Aku tak mau kalau sampai mereka tahu aku menyimpan bidadari dalam kamarku.

"Ingin rasanya aku mengajakmu keluar malam ini. Kita melihat bulan yang cantik, juga merasakan semilir angin yang sejuk. Kau pasti senang," bisikku lagi. Namun, dia hanya tersenyum memandangiku. Sepertinya dia masih malu-malu, walau ini sudah malam kesekian aku menemaninya.

Aku semakin terpesona ketika wajahnya mulai memerah. Inilah kecantikan luar biasa yang pernah kulihat. Ini juga yang membuatku jatuh cinta saat pertama kali melihatnya, beberapa hari yang lalu. Selama ini aku tak percaya dengan yang namanya bidadari. Namun, saat menemukannya, barulah aku  percaya. Saat itu aku mengira dia adalah Nawang Wulan yang kehilangan selendangnya sehingga tak bisa lagi kembali ke khayangan. Aku berharap menjadi Jaka Tarub yang menemukan selendang dan memperistrinya, tapi aku tak ingin jika kelak ia menemukan selendangnya dia akan meninggalkanku dan kembali ke asalnya. Aku tak ingin itu semua terjadi. Jadi, jika benar dia Nawang Wulan, akan kucari selendangnya sampai ketemu, lalu kubakar selendang itu hingga ia tak bisa lagi kembali. Ah, pikiran jahat itu muncul begitu saja, mungkin aku yang terlalu mencintainya hingga tak ingin dia terlepas begitu saja.

Aku, lelaki yang tak pernah mengenal cinta tiba-tiba saja tunduk pada perempuan yang kini berada tepat di hadapanku dengan senyumnya yang menawan. Entah racun apa yang sudah dia masukkan ke dalam makananku sehingga aku begitu tergila-gila padanya. Atau jangan-jangan dia memakai semacam pelet yang mampu membuat orang yang memandangnya menjadi jatuh cinta. Aku sering melihat hal seperti itu di film-film. Apapun yang dia lakukan, aku tak peduli. Aku tetap mencintainya.

"Sayang, malam ini sangat romantis. Aku tak ingin malam ini segera berakhir. Aku masih ingin memandangmu. Apa kau tak keberatan menemaniku sampai esok pagi?" Tanyaku penuh harap.

Dia mengangguk. Aku melonjak girang. Meski tanpa sepatah katapun itu cukup membuatku terbang. Aku begitu bahagia malam ini. Rembulan pun mendukung dengan cahayanya yang mampu menembus jendela kamarku. Aku terus memandanginya. Wajahnya begitu teduh dan menyejukkan. Benar-benar layak jika kupanggil dia bidadari. Ya, bidadari yang sengaja langit turunkan untuk menemaniku.

“Sepertinya tak hanya malam ini saja. Apa besok kau juga mau menemaniku sampai pagi lagi?” Dia berhenti tersenyum. Raut wajahnya berubah seketika. Matanya menatap sayu padaku.

“Kenapa? Apa kau tak mau menemaniku?” Kecewa tersirat dalam setiap tanyaku.

“Oh, ya mungkin kau lelah menemaniku setiap hari ya? Tak apalah, kapan saja kau datang aku akan menunggumu di sini,” kataku sembari tersenyum, berharap ia juga kembali tersenyum seperti semula. Aku sungguh tak rela kehilangan senyum itu malam ini. Senyum yang mampu meruntuhkan setiap gunung egoku, memadamkan setiap kobaran amarahku.

***

Mataku mengerjap-ngerjap, silau oleh cahaya matahari yang melewati jendela yang semalam lupa kututup.

“Sial, lagi-lagi aku ketiduran,” rutukku. Kutegakkan posisi dudukku.

“Ah, dia sudah pergi. Padahal semalam aku yang menyuruhnya menemaniku sampai pagi.” Aku sedikit kesal.
Aku buru-buru menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Hari ini ada kuliah pagi dan mungkin akan pulang agak larut lagi. Memang hari-hari yang sangat melelahkan. Andai saja tak ada bidadari itu, mungkin aku sudah depresi. Sebelum melangkah keluar kamar kusempatkan melirik tempat bertemu bidadariku semalam. “Apa malam ini kau akan datang lagi?” Batinku. Perlahan kututup pintu kamar, ada sedikit ketidakrelaan meninggalkan kamar.

“Bagaimana kalau siang ini dia datang lagi? Bagaimana kalau dia tak menemukanku di sana?” tanyaku dalam hati. Sedetik kemudian pikiranku tegas membantah, “Ah, tak mungkin. Dia hanya akan datang malam hari.” Aku berjalan santai ke kampus sembari berharap malam segera menjelang, agar aku bisa lekas menemui bidadariku lagi.

***
Senja memerah di ufuk barat. Aku menyiapkan secangkir kopi dan sebatang rokok yang telah mengepul dintara telunjuk dan jari tengah. Aku menunggu rembulan kembali muncul membawa bidadari ke hadapanku malam ini. Rasanya tak sabar ingin membagi cerita sepanjang hari ini padanya. Pasti ia akan tersenyum, bahkan tertawa senang mendengarnya.

Langit mulai gelap. Samar sinar rembulan tampak pucat. Belum juga ada tanda-tanda bidadariku itu datang. Memang aku yang terlalu awal menunggunya, biasanya ia akan datang jika langit telah benar-benar gelap. Lama aku menunggu, satu jam, dua jam, hampir tiga jam bidadariku belum tampak juga. Padahal mataku sudah semakin berat. Akhirnya aku terlelap sebelum sempat kulihat bidadari itu menyapaku.

Pukul dua belas malam, aku terkesiap. Tiba-tiba saja terbangun dari tidurku. Aku mendongakkan kepala, kudapati seulas senyum manis di hadapanku. Langsung kutegakkan posisi dudukku.

“Maaf, aku ketiduran,” kusapa dia dengan malu-malu. Seperti biasa, dia hanya terseyum memandangku. Seperti biasa pula aku cukup senang dengan reaksinya itu.

“Apa kau tadi lama menungguku?” Tanyaku. Aku merasa tak enak membiarkannya menunggu. Namun, dia hanya menggelengkan kepalanya –masih dengan senyum.

“Syukurlah, aku kira kau tak akan datang malam ini ....” Aku senang menemuinya kembali malam ini. Malam ini sungguh indah, kulewati dengan bidadari cantik di hadapanku. Berbagai cerita tentang hari-hariku mengalir begitu saja, hingga tak kusadari mata sayu itu kembali menghiasi wajah sang bidadari.

“Kamu kenapa lagi? Apa ceritaku membosankan?” Tanyaku penuh khawatir. Dia menggeleng perlahan.

“Lalu kenapa raut wajahmu tiba-tiba begitu berubah?” Dia hanya terdiam menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca. Ada sirat kesedihan yang begitu mendalam terpancar dari matanya, namun bibirnya tetap terkatup rapat. Aku tak bisa memahami dirinya saat ini.

Kami hanya terdiam selama beberapa jam menjelang pagi. Aku terus memandanginya, berharap kali ini mau mengecapkan satu kata padaku. Namun sayang, ia tetap pada dirinya, diam seribu bahasa. Aku putus asa sampai rasa kantuk menyerangku. Tak sadar lagi-lagi aku tertidur di hadapannya.

Pukul tujuh pagi, jiwaku kembali pada tempatnya setelah melalangbuana di alam mimpi. Seperti biasa, tak lagi kudapati bidadari itu di hadapanku. Bibirku tak henti-hentinya memaki diri sendiri sebelum akhirnya kuputuskan untuk bersiap-siap dan berangkat ke kampus.

***
Ini malam kesekian aku menunggunya di kamar, tapi kali ini tanpa sinar rembulan. Cahaya redup lampu kamar tak bisa menggantikan indahnya pancaran rembulan. Dua gelas kopi dan beberapa batang rokok telah kandas, meski waktu belum menunjukkan tengah malam. Aku duduk di tempat biasa, resah menunggu datangnya bidadariku. Entah kenapa firasatku kali ini tak enak, seperti ada sesuatu yang hilang. Entah apa itu.

Malam semakin pekat, kulirik jam weker di meja, tengah malam baru saja berlalu. Ini membuat perasaanku semakin tak enak. Bidadari yang kunanti tak kunjung muncul. Seksama kuperhatikan benda di depanku dan di sanalah tak sengaja kutemukan sesuatu. Bagai tersengat listrik beribu-ribu volt, tubuhku gemetar tak karuan. Segera aku beranjak dari tempat dudukku, berlari sambil berteriak histeris.

“Ibu ... Ibu ....” Aku berlari menuju kamar Ibu. Kugedor-gedor pintu kamarnya. Aku tak peduli meski ini tengah malam sekalipun.

“Ibu ... buka Ibu ....” Aku masih histeris di depan kamar Ibu. Tak lama pintu kamar Ibu tergesa-gesa dibuka. Tersembul wajah kusut Ibu yang masih terkantuk.

“Ada apa kamu tengah malam begini teriak-teriak?”

“Ibu, apa yang Ibu lakukan pada cermin di kamarku?” Aku menggoncang-goncang bahu Ibu.

“Oh, itu. Tadi siang sewaktu membersihkan kamarmu tak sengaja Ibu memecahkannya. Cermin itu hancur berkeping-keping, lalu ibu ganti dengan yang baru,” kata Ibu santai.

Aku langsung terduduk lemas. Syaraf-syarafku seakan lumpuh. Tak kupedulikan lagi air mata yang kini membanjir di pipi. Sekarang, tak akan pernah lagi kutemukan bidadari itu di kamarku. Ibu baru saja membunuh bidadariku.  

========== THE END ==========

Gambar: dari sini
 
readmore...

Rabu, 12 Desember 2012

-Mencintai Kekasihmu-




Ini adalah sebuah cerita. Cerita tentang kekasih orang.

Hei cantik, aku mencintai kekasihmu. Sudikah kau membaginya denganku? Diam-diam di belakangmu aku bercanda mesra dengannya. Di balik matamu, kami saling merindukan. Menghabiskan malam-malam sepi bersama ketika kau terlelap.

Hei cantik, kekasihmu juga mencintaiku. Izinkan aku menempati hatinya bersamamu. Tak akan kurampas dia dari sisimu. Aku hanya ingin bersamanya. Itu cukup bagiku.


Hei cantik, jangan bermuram durja. Kekasihmu masih mencintaimu. Namun, dia juga tak mau kehilanganku. Lapangkanlah hatimu, terimalah aku. Meski dahulu kau pernah kusakiti, itu tak usahlah kau ungkit. Mari buka lembar baru. Hatiku sudah berubah, tak seperti dahulu. Sekarang, yang kucintai adalah kekasihmu, bukan lagi dirimu.


Gambar: dari sini
readmore...

Minggu, 09 Desember 2012

-Nasi Pecel-


 
Sepiring nasi pecel telah tersaji di meja makan. Lagi-lagi kau hanya tersenyum kecut memandanginya. Aku tahu apa yang kaupikirkan. Memang aku tak pandai memasak.
Katamu aku hanya bisa merayu dan berdandan.

Kau tak percaya nasi pecel itu buatanku. Tapi, aku jujur. Nasi pecel itu memang buatanku. Seminggu kemarin aku belajar dari ibu. Beliau memberi resep turun-temurun. Sampai akhirnya sekarang aku bisa menghidangkannya untukmu. Sayangnya kau belum percaya nasi pecel itu buatanku.

Kau memang lebih suka masakan Fatimah. Janda cantik pemilik warung depan rumah. Daripada nasi pecel itu mubadzir dan tak barokah. Lebih baik kuberikan pada tetangga sebelah. Hitung-hitung buat sedekah.

Tak lama, kau menanyakan nasi pecel itu. Karena kau lapar dan Fatimah tak berjualan hari itu. Katamu, daripada kelaparan, lebih baik makan nasi pecel yang kuhidangkan untukmu. Meski kau belum percaya itu buatanku.

Maaf sayang, aku terlanjur tak menyisakan untukmu. Tetangga sebelah lebih menghargai jerih payahku, daripada kau, suamiku. Jadi, jangan tanyakan lagi tentang nasi pecel itu. Karena mulai sekarang aku tak akan lagi menghidangkannya untukmu. 


gambar: sumber 
readmore...

Rabu, 05 Desember 2012

Ziarah Hati

 

Dalam buku ini, Anda (selaku pembaca) akan mendapati kisah-kisah yang tertutur impresif. Pengisahan yang terpapar pun minim "bunga-bunga kata". Cukup lugas, namun gamblang. Ini tentu menjadikan antologi cerita--yang berangkat dari fakta--dalam buku ini memiliki pesan dan kesan khusus di hati pembaca: mengeratkan jarak "Teks" dan "konteks", serta mengartikan hidup di atas kehidupan. Semoga.

Info buku: Citra Mediagroup
readmore...

Say No To Tattoo

Judul : Say No To Tattoo
Penulis : Anung D'Lizta, Arinda Shafa, Rivyana Intan
Prabawati, Roma DP dkk
Penerbit : deKa Publishing

ISBN 978-602-18817-3-6
Tebal : ix + 139 hlm. ; 13x19cm
Harga : Rp. 36.000,- (belum termasuk ongkir)
HARGA SINGAPURA $11.50

SAY NO TO TATTOO!
Karena Hidup adalah Pilihan.
Penyesalan selalu datang di akhir perbuatan bagi siapapun yang menyimpang dari kaidah atau norma agama. Jangan sia-siakan hidup ini dan lepas dari anugerah-Nya dengan melanggar peraturan yang mengajak kita pada tatanan yang lebih indah dan benar. Apalagi karena cinta, jangan jadikan hidupmu berada jauh dari garis Tuhan. Bila tinta telah bersatu menjadi daging, dan air tak mampu meresap maka itu suatu tanda-tanda syarat ibadah kita kurang sempurna. Say No To Tattoo maka kita selamatkan air suci yang mengantarkan kita kepada Sang Maha Pencipta.

***

[CARA PEMESANAN]
Ketik SMS =

# Pesan SNTT #
Nama Penerima :
Alamat Lengkap :
Kodepos :
Jumlah Buku :
No. HP :

Kirim ke 083879804181 atau inbox DeKa Publisher
Kami akan mengirimkan total yang harus dibayar serta pemberitahuan nomor rekening.
readmore...

-Kopi-




Kopi yang kuseduh belum kausentuh sama sekali. Padahal sudah sedari maghrib tadi. Kau terus termangu memandanginya. Ya, hanya kaupandangi, tanpa kausentuh sama sekali.

Kopi yang kuseduh sudah terlalu dingin. Tapi, tak kunjung kaujamah. Asapnya tak lagi mengepul, aromanya pun sudah tak berbekas.

Kopi yang kuseduh telah basi sebelum kauhirup. Apa karena warnanya kurang memikat seperti kopi-kopi yang sering kaubeli di luar sana? Atau kau curiga aku menaruh racun di dalamnya?


"Apa itu benar kopi yang kauseduhkan untukku?"

"Pertanyaan macam apa itu? Hanya kau suamiku, lalu untuk siapa lagi kuseduhkan kopi itu?"

"Lalu, kenapa harumnya berbeda?"

Aku terdiam. Kopi yang kuseduh salah takar. Satu sendok kopi, satu sendok gula dan satu sendok krim. Itu harusnya takaran untuk kekasihku. Bukan untuk suamiku. Ceroboh. 


Gambar: dari sini
readmore...

Rabu, 07 November 2012

Happy Birthday, Friend :)


Detik demi detik berlalu, tinggalkan lembaran-lembaran usang. Ke mana kaki melangkah, di situ pula kau akan menuliskan cerita pada lembar-lembar berikutnya. Lantas, pada lembaran mana aku berada? Kuharap kau masih setia menuliskan namaku pada setiap lembaran hidupmu. Ah, itu hanya keinginanku kawan, tak usahlah kaupikirkan. Kawan, mari sejenak kembali berjalan ke belakang. Kita lihat seberapa berdebunya kisah kita. Saat pertama kali kita bertemu dengan ingus yang menggenang di bawah lubang hidung. Saat di mana kita mengenakan seragam hijau-putih untuk pertama kalinya. Apa kau masih ingat? Lalu tahun-tahun pun berlalu dengan cepat hingga hijau-putih pun berganti biru-putih. Kita masih bersama. Setiap pagi kau sudah berada di depan rumahku, lalu kita bersama berangkat mengais ilmu. Beberapa tahun kemudian biru-putih pun berganti menjadi abu-abu-putih. Kita masih tetap bersama.

Kawan, kini usiamu memasuki 21 tahun. Bukan lagi masa-masa remaja yang akan kau lalui. Dewasa. Ya, kau sudah sampai pada tahap itu. Lebih bijaklah dalam melangkah. Genggam erat iman dan ilmu yang kaupunya, jangan sekali-kali kau lepas, karena hanya itu bekalmu. Kawan, di umurmu yang memasuki kedewasaan ini, aku berharap segala yang terbaik buatmu. Percayalah, Tuhan bersamamu. :)

Happy birthday, Friend :)

To: Novi Ardianawati (07-11-1991)


Madiun, 07-11-2012
00:40
readmore...

Jumat, 02 November 2012

Happy Birthday, Kawan :)


00:15. Mataku masih terjaga, meski hening telah menyelimuti malam. Pikiranku melayang menembus kabut tipis, hingga sampai pada sosokmu di ujung sana. Jari-jariku perlahan bergerak menyusun kata demi kata -meski tak indah- untukmu. Aku ingin memberikan sesuatu untukmu di hari spesial ini, tapi apa? Hanya sebatas doa dari manusia yang tak sempurna ini yang kutitipkan lewat hembusan angin.

Angka 21. Tak terasa kau sudah dewasa sekarang. Padahal rasanya baru kemarin kita berkenalan. Apa kau tahu, terkadang aku merindukan saat-saat kita masih memakai seragam abu-abu. Bersama-sama mengayuh sepeda, menembus hujan. Ah, itu sudah lama sekali ya? Meski sekarang semuanya telah berubah, tapi kau masih tetap sama, masih tetap menjadi sahabat yang baik bagiku.

Semoga di angka 21 ini semua keinginanmu diluluskan Tuhan. Bijaksanalah dalam melangkah, kau bukan anak SMK lagi sekarang. Kejarlah apa yang menjadi cita-citamu, jangan hiraukan mereka yang menghalangi langkahmu. Percayalah, Tuhan bersama orang yang bersungguh-sungguh. :) 


Happy birthday, my best friend :)



To: Meta Khoiriyah (02 November 1991)
 

Madiun, 02-11-2012
00:15
readmore...

Senin, 29 Oktober 2012

Keep Smile :)



Bukan hal yang mudah untuk selalu tersenyum dan memasang wajah "enak dilihat" pada semua orang setiap saat, seolah-olah menjadi orang paling bahagia di dunia ini. Meski hati sudah hampir remuk, tetapi harus berpura-pura tak ada masalah. Hidup tanpa beban, itulah yang selalu ingin mereka lihat. Yang mereka tahu hanyalah bagaimana mereka dihargai, dimengerti dan dipahami, tanpa peduli bagaimana perasaan orang lain. Yah, begitulah susahnya jika ingin merebut hati orang lain, harus siap "makan hati" dan jangan pernah katakan, "Aku juga ingin dimengerti!" :)


*Public Relation Lecture
readmore...

Rabu, 24 Oktober 2012

Rembulan Singgah Sesaat






Rembulan Singgah Sesaat

Penulis: Kamiluddin Azis, Wirasatriaji, Iruka Danishwara, Gagak Sandoro, Petra Shandi, Poery Permata, Roma DP, dkk, 

Kategori: Kumpulan Cerpen
ISBN: 978-602-225-526-0

Terbit: Oktober 2012
Halaman : 218, BW : 219, Warna : 0

Harga: Rp. 45.000,00

Deskripsi:
Rembulan Singgah Sesaat, menepis keraguan yang selama ini bergelayut di hati Suhadi. Laki-laki itu dengan setia menanti mantan istrinya yang pergi bekerja menjadi TKW di luar negeri. Setelah menceraikannya, tepat pada hari keberangkatannya, Suhadi berharap bisa kembali rujuk saat Warsih, mantan istrinya pulang dua tahun kemudian.

Setiap malam dipandangnya langit pekat. Berharap rembulan akan singgah di atas Kampung Sukadamai. Singgah di hatinya yang diliputi rasa rindu tiada tara. Ia sangat berharap Warsih akan kembali ke pangkuannya sebagaimana rembulan selalu setia bertengger di cakrawala malam. Sekelam apapun. Tetapi, akankah nasib berpihak kepadanya. Akankah perempuan berwajah rembulan itu kembali singgah di hati Suhadi untuk selamanya? Ataukah Tuhan memiliki rencana lain, yang sama sekali tak pernah diduganya? Sebuah novelet indah karya Kamiluddin Azis, yang akan mempermainkan perasaan Anda saat dan setelah membacanya.

Dalam buku ini juga terdapat serangkaian kisah singkat dan puisi-puisi indah yang disajikan dengan begitu memesona. Kisah penuh makna yang digali dengan sepenuh hati ini dirangkai oleh penulis-penulis yang tergabung dalam grup Pustaka Inspirasi-ku, yakni : Kamiluddin Azis ~ Wirasatriaji ~ Iruka Danishwara W ~ Gagak Sandoro ~ Petra Shandi ~ Poery Permata ~ Roma DP ~ Annisa Ramadona ~ Nimas Kinanthi ~ Vinny Erika Putri ~ Fitria Handayani Meilana Sari ~ Remunggai M ~ Asep Fauzi Sastra ~ Ali Bachtiar ~ Emma Marlinah ~ Harry Gunawan ~ Muhammad Dede Firman ~ Ken A. Rion ~ Fanny YS ~ Prast Respati Zenar ~ Arini Riesha Septiana ~ Eleazar Latif ~ Aliyah Maulidah ~ Atika Nur Sabrina ~ Vysel Arina ~ Elsa Aprilia ~ Junita Susanti ~ Ayesha Syarif ~ Marlyn Christ ~ Rivyana Intan Prabawati ~ Septiani Ananda Putri ~ Aldy Istanzia Wiguna
 
bisa dipesan di Rumah Buku Pustaka Ilmu
atau www.leutikaprio.com
atau melalui sms 083829021076
readmore...

Senin, 22 Oktober 2012

Sebuah Kejutan





Roma DP

Pagi ini terasa beda. Suasana dingin masih menusuk tulang meski mentari mulai melepas jingganya. Aku masih meringkuk nyaman dalam selimut tebal. Mengacuhkan jam weker yang sedari tadi berteriak-teriak hingga memekakkan telinga. Pun tak peduli dengan deringan suara handphone yang sedari tadi berdering, entah telepon dari siapa. “ah, paling juga Lusi,” pikirku. Lusi –temanku- memang terbiasa membangunkanku pagi-pagi agar aku tak telat ke kampus.
     Beberapa menit kemudian, entah kenapa jam weker yang biasanya pantang menyerah sebelum kubanting itu tiba-tiba berhenti berteriak-teriak. Aku menyunggingkan senyum kemenangan. Jadi aku tak perlu repot-repot membantingnya. Tak lama kemudian handphone yang riang menyanyikan lagu Evanescence itu turut terdiam. “Hah, tumben Lusi segampang itu nyerah?” Senyum penuh kemenanganku pun kembali tersungging dengan indahnya. Tapi, aku penasaran juga, kulirik sekilas handphone yang masih menyala itu. Samar terbaca “10 missed call”. Aneh, biasanya Lusi hanya akan berhenti menelepon setelah 30 kali tak kuangkat. Dengan malas kutekan tombol yes pada handphone-ku. Ada satu nama dan itu membuatku terhenyak.
  “Hah? Andreeeeeeeee ....” Aku kelabakan tak karuan. Buru-buru kutelepon balik. Beberapa detik kemudian terdengar suara berat laki-laki dari seberang sana.
        “Hallo.”
    “Waaaaa ... Maaf, tadi kukira Lusi, jadi tak kuangkat.” Aku berusaha menjelaskan agar Andre –kekasihku- tak salah paham.
       “Iya, sayang, nggak apa-apa kok. Aku tahu kamu pasti belum bangun.” Suara lembut Andre menenangkanku.
     “Ah, kamu. Aku kan jadi malu. Eh, ada apa? Tumben, pagi-pagi telepon?” Tanyaku.
       “Nggak ada apa-apa kok. Cuma kangen aja,” katanya penuh rayu.
      “Hahaha ... bisa aja. Kamu kapan pulang? Aku juga kangen nih,” tanyaku manja. Sudah dua tahun ini Andre menempuh pendidikan di Australia. Biasanya selalu pulang kalau libur tiba, tapi karena kesibukan menjelang skrispsi dan kerja paruh waktunya yang tak bisa ditinggal, akhirnya aku yang dibiarkan sendiri di sini.
        “Seminggu lagi aku pulang,” jawabnya singkat, tapi langsung membuatku meloncat kegirangan.
          “Hah? Beneran?” Tanyaku tak percaya.
      “Iya, ada beberapa dokumen yang perlu kuurus, makanya aku pulang. Lagian aku juga kangen sama kamu, pengen cepet-cepet ketemu. Ya udah, aku mau berangkat ke kampus dulu. Nanti siang aku telepon lagi ya.”
        “Iya, hati-hati ya.” Tut ... tut ... tut .... pertanda telepon yang diseberang telah ditutup.
         Seminggu lagi ulang tahunku, jangan-jangan Andre sengaja pulang untuk memberi kejutan padaku? Wajahku pun langsung memerah tomat, membayangkan Andre datang dengan kejutan yang kuharapkan. Pasti akan sangat menyenangkan ditemani sang kekasih di hari paling istimewa. Aku jadi tak sabar menantikan kedatangan Andre.

***
      “Andre mau balik,” kataku tiba-tiba pada Lusi yang sedang asyik minum es jeruk di kantin kampus.
      “Uhuk ... uhuk ....” Entah kenapa Lusi tiba-tiba kaget begitu, sampai tersedak.
       “Kenapa? Gak usah segitunya kali. Emang aneh kalau Andre balik?” Tanyaku kesal.
      “Bu ... bukan begitu, tapi kenapa tiba-tiba aja balik? Bukannya ini belum liburan ya?”
       “Gak tau juga sih, katanya ada dokumen penting yang harus dia urus,” jawabku sambil senyum-senyum.
       “Ya udah selamet deh yang pacarnya mau pulang, tapi jangan cuekin aku ya nanti,” canda Lusi.
       “Iya, Lusi sayang, mana mungkin aku tega nyuekin kamu?” Godaku. Aku tersenyum, begitupun dia, sahabat terbaikku.

***
      Besok ulang tahunku dan besok Andre baru akan pulang, katanya. Dengan perasaan berbunga-bunga aku berencana mempersiapkan pesta kecil-kecilan untuk orang-orang yang aku sayangi. Langkah kakiku pun membawa sampai ke mall dekat rumah. Sengaja aku tak mengajak Lusi karena aku ingin memberi kejutan padanya. Biasanya aku tak pernah mengadakan pesta ulang tahun. Tapi, karena bertepatan dengan moment istimewa, maka aku ingin membaginya pula dengan orang-orang terdekat.
       Aku tersenyum riang sambil membayangkan kejutan apa yang akan diberikan Andre. Membayangkan bagaiamana terkejutnya Lusi dengan pesta kecil-kecilan yang akan kubuat. Sungguh tak sabar rasanya menantikan esok hari. Besok mungkin aku akan menjadi orang yang paling bahagia. Di hari istimewaku akan dikelilingi orang-orang yang istimewa pula.
   Aku mulai memasuki bangunan megah tempat orang menghabiskan uang. Biasanya aku tak pernah pergi ke mall sendirian, selalu ditemani mama atau Lusi. Kaki-kaki kecilku langsung menuju food court gara-gara teriakan tenggorokanku yang dari tadi tercekik saking panasnya cuaca hari ini.
Langsung kupesan lemon tea yang menggoda. Sembari menunggu pesanan, kuedarkan pandangan ke sekitar food court. Ternyata hanya aku yang datang sendiri. Semuanya datang dengan keluarga, teman-teman atau pacar mereka. Aku tersenyum melihat pemandangan itu, sebelum akhirnya aku melihat sesuatu yang ganjil di situ. Mataku tertuju pada salah satu meja yang berada di pojokan. Seketika langsung terbelalak.
Harapan-harapan indah yang tadi kususun rapi di hari istimewaku, kini hancur berkeping-keping. Tiba-tiba dadaku terasa sesak, lututku bergetar dan kakiku serasa lemas. Ini benar-benar sebuah kejutan. Andre dan Lusi. Duduk berdua sambil berpegang tangan mesra. Bagus, mereka telah berhasil membuat kejutan yang benar-benar mengejutkan menjelang hari istimewaku.
Butiran air mata mulai deras mengalir di pipi. Kubalikkan badan dan berlari menjauh. Tak kuasa melihat pemandangan itu di depan kedua mataku. Sungguh, ini benar-benar kejutan. Selamanya, tak akan pernah kulupakan. Kejutan menjelang hari istimewaku yang mereka berdua berikan. 

 Gambar: dari sini
 
readmore...
Jasa Desain Cover