Pagi ini terasa beda. Suasana dingin
masih menusuk tulang meski mentari mulai melepas jingganya. Aku masih meringkuk
nyaman dalam selimut tebal. Mengacuhkan jam weker yang sedari tadi
berteriak-teriak hingga memekakkan telinga. Pun tak peduli dengan deringan
suara handphone yang sedari tadi
berdering, entah telepon dari siapa. “ah,
paling juga Lusi,” pikirku. Lusi –temanku- memang terbiasa membangunkanku
pagi-pagi agar aku tak telat ke kampus.
Beberapa
menit kemudian, entah kenapa jam weker yang biasanya pantang menyerah sebelum
kubanting itu tiba-tiba berhenti berteriak-teriak. Aku menyunggingkan senyum
kemenangan. Jadi aku tak perlu repot-repot membantingnya. Tak lama kemudian handphone yang riang menyanyikan lagu Evanescence itu turut terdiam. “Hah, tumben Lusi segampang itu nyerah?”
Senyum penuh kemenanganku pun kembali tersungging dengan indahnya. Tapi, aku
penasaran juga, kulirik sekilas handphone
yang masih menyala itu. Samar terbaca “10
missed call”. Aneh, biasanya Lusi hanya akan berhenti menelepon setelah 30
kali tak kuangkat. Dengan malas kutekan tombol yes pada handphone-ku.
Ada satu nama dan itu membuatku terhenyak.
“Hah?
Andreeeeeeeee ....” Aku kelabakan tak karuan. Buru-buru kutelepon balik.
Beberapa detik kemudian terdengar suara berat laki-laki dari seberang sana.
“Hallo.”
“Waaaaa
... Maaf, tadi kukira Lusi, jadi tak kuangkat.” Aku berusaha menjelaskan agar
Andre –kekasihku- tak salah paham.
“Iya,
sayang, nggak apa-apa kok. Aku tahu kamu pasti belum bangun.” Suara lembut Andre
menenangkanku.
“Ah,
kamu. Aku kan jadi malu. Eh, ada apa? Tumben, pagi-pagi telepon?” Tanyaku.
“Nggak
ada apa-apa kok. Cuma kangen aja,” katanya penuh rayu.
“Hahaha
... bisa aja. Kamu kapan pulang? Aku juga kangen nih,” tanyaku manja. Sudah dua
tahun ini Andre menempuh pendidikan di Australia. Biasanya selalu pulang kalau
libur tiba, tapi karena kesibukan menjelang skrispsi dan kerja paruh waktunya
yang tak bisa ditinggal, akhirnya aku yang dibiarkan sendiri di sini.
“Seminggu
lagi aku pulang,” jawabnya singkat, tapi langsung membuatku meloncat
kegirangan.
“Hah?
Beneran?” Tanyaku tak percaya.
“Iya,
ada beberapa dokumen yang perlu kuurus, makanya aku pulang. Lagian aku juga
kangen sama kamu, pengen cepet-cepet ketemu. Ya udah, aku mau berangkat ke
kampus dulu. Nanti siang aku telepon lagi ya.”
“Iya,
hati-hati ya.” Tut ... tut ... tut .... pertanda
telepon yang diseberang telah ditutup.
Seminggu
lagi ulang tahunku, jangan-jangan Andre sengaja pulang untuk memberi kejutan
padaku? Wajahku pun langsung memerah tomat, membayangkan Andre datang dengan
kejutan yang kuharapkan. Pasti akan sangat menyenangkan ditemani sang kekasih
di hari paling istimewa. Aku jadi tak sabar menantikan kedatangan Andre.
***
“Andre
mau balik,” kataku tiba-tiba pada Lusi yang sedang asyik minum es jeruk di
kantin kampus.
“Uhuk
... uhuk ....” Entah kenapa Lusi tiba-tiba kaget begitu, sampai tersedak.
“Kenapa?
Gak usah segitunya kali. Emang aneh kalau Andre balik?” Tanyaku kesal.
“Bu ...
bukan begitu, tapi kenapa tiba-tiba aja balik? Bukannya ini belum liburan ya?”
“Gak
tau juga sih, katanya ada dokumen penting yang harus dia urus,” jawabku sambil
senyum-senyum.
“Ya
udah selamet deh yang pacarnya mau pulang, tapi jangan cuekin aku ya nanti,”
canda Lusi.
“Iya,
Lusi sayang, mana mungkin aku tega nyuekin kamu?” Godaku. Aku tersenyum,
begitupun dia, sahabat terbaikku.
***
Besok
ulang tahunku dan besok Andre baru akan pulang, katanya. Dengan perasaan
berbunga-bunga aku berencana mempersiapkan pesta kecil-kecilan untuk
orang-orang yang aku sayangi. Langkah kakiku pun membawa sampai ke mall dekat rumah. Sengaja aku tak
mengajak Lusi karena aku ingin memberi kejutan padanya. Biasanya aku tak pernah
mengadakan pesta ulang tahun. Tapi, karena bertepatan dengan moment istimewa, maka aku ingin
membaginya pula dengan orang-orang terdekat.
Aku
tersenyum riang sambil membayangkan kejutan apa yang akan diberikan Andre.
Membayangkan bagaiamana terkejutnya Lusi dengan pesta kecil-kecilan yang akan
kubuat. Sungguh tak sabar rasanya menantikan esok hari. Besok mungkin aku akan
menjadi orang yang paling bahagia. Di hari istimewaku akan dikelilingi
orang-orang yang istimewa pula.
Aku
mulai memasuki bangunan megah tempat orang menghabiskan uang. Biasanya aku tak
pernah pergi ke mall sendirian,
selalu ditemani mama atau Lusi. Kaki-kaki kecilku langsung menuju food court gara-gara teriakan
tenggorokanku yang dari tadi tercekik saking panasnya cuaca hari ini.
Langsung kupesan lemon tea yang menggoda. Sembari menunggu pesanan, kuedarkan
pandangan ke sekitar food court.
Ternyata hanya aku yang datang sendiri. Semuanya datang dengan keluarga,
teman-teman atau pacar mereka. Aku tersenyum melihat pemandangan itu, sebelum
akhirnya aku melihat sesuatu yang ganjil di situ. Mataku tertuju pada salah
satu meja yang berada di pojokan. Seketika langsung terbelalak.
Harapan-harapan indah yang tadi kususun
rapi di hari istimewaku, kini hancur berkeping-keping. Tiba-tiba dadaku terasa
sesak, lututku bergetar dan kakiku serasa lemas. Ini benar-benar sebuah
kejutan. Andre dan Lusi. Duduk berdua sambil berpegang tangan mesra. Bagus,
mereka telah berhasil membuat kejutan yang benar-benar mengejutkan menjelang
hari istimewaku.
Butiran air mata mulai deras mengalir di
pipi. Kubalikkan badan dan berlari menjauh. Tak kuasa melihat pemandangan itu
di depan kedua mataku. Sungguh, ini benar-benar kejutan. Selamanya, tak akan
pernah kulupakan. Kejutan menjelang hari istimewaku yang mereka berdua berikan.
Gambar: dari sini
Gambar: dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar