“Tunggulah
kedatanganku di sini!” Bayu mengucapkan kata-kata itu sambil mengusap mesra
pipiku.
“Tapi,
kamu nggak akan lama kan?” Tanyaku meratap.
“Sayang,
suamimu ini cari kerja demi siapa? Kamu kan? Jadi, kapan pun aku kembali, aku
harap kamu masih setia menungguku.” Bayu menatapku dengan tatapan yang tak
dapat kulupakan.
Prittt....Priitttt....Priittttt..... bunyi peluit petugas pun
menjerit memekakkan gendang telinga, pertanda kereta akan segera berangkat.
Kupeluk mesra tubuh suamiku, rasanya tak ingin kulepas lagi. Tapi, apa daya,
kereta api pun mulai merangkak dan Bayu melepaskan pelukannya dariku. Perlahan
kulambaikan tangan tanda perpisahan padanya. Tiba-tiba perasaanku menjadi
kosong bersemaan dengan laju kereta yang semakin lama semakin cepat itu.
Kupandangi kereta yang terus melaju itu dengan tatapan nanar, ia telah membawa
pergi suamiku dari pelukanku.
Berbulan-bulan
sudah suamiku pergi dan selama itu pula aku tak mendapat kabar apapun darinya.
Setiap pagi aku selalu menunggu telepon dan sms darinya, tapi handphone-ku pun hanya terdiam membisu.
Setiap sore aku juga selalu pergi ke stasiun dimana terakhir kali aku melihat
wajahnya, kereta demi kereta yang singgah tak satupun membawa kembali suamiku
tercinta. Berjuta prasangka pun datang silih berganti. Tapi, aku harap tak ada
satupun yang benar dari apa yang singgah di pikiranku, aku percaya suamiku akan
kembali padaku. Dia berjanji akan kembali padaku dan aku pun telah berjanji
akan setia menunggunya. Tak boleh ada prasangka buruk tentangnya.
Bukan
dalam hitungan bulan lagi suamiku tak kembali, sudah hampir dua tahun suamiku
menghilang entah kemana. Aku berusaha menanyakan pada tetangga-tetanggaku yang
baru pulang dari perantauan, tapi tak satupun dari mereka yang mengetahui
dengan pasti keberadaan suamiku. Simpang siur berita tentang suamiku pun mulai
menyebar di kampung. Aku hanya bisa tersenyum getir mendengar kabar burung yang
beredar, aku takkan peduli dengan apapun, aku hanya percaya pada suamiku
seorang.
Tok...tok...tok..
“Permisi....”
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar, aku buru-buru menyambutnya.
“Iya,
ada apa ya?”
“Saya
petugas dari kantor pos, ada kiriman paket untuk ibu. Silakan tanda tangan di
sini!” petugas itu pun memberikan bungkusan kecil warna cokelat setelah aku
memberikan tanda tanganku.
Dengan
jantung berdebar-debar, perlahan kubuka bungkusan berwarna cokelat itu, sedetik
kemudian mataku pun berbinar-binar melihat benda yang ada di dalamnya..........
Mukena berenda warna putih dan sepucuk surat.
Sayang, mukena ini
khusus kukirim untukmu. Aku akan akan segera pulang. Tunggu aku ya!
Suamimu tercinta,
Bayu.
Air
mataku pun langsung tumpah, dadaku sesak tak dapat menahan rasa bahagia ini.
Suamiku, aku masih menunggumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar