Social Icons

Minggu, 09 Desember 2012

-Nasi Pecel-


 
Sepiring nasi pecel telah tersaji di meja makan. Lagi-lagi kau hanya tersenyum kecut memandanginya. Aku tahu apa yang kaupikirkan. Memang aku tak pandai memasak.
Katamu aku hanya bisa merayu dan berdandan.

Kau tak percaya nasi pecel itu buatanku. Tapi, aku jujur. Nasi pecel itu memang buatanku. Seminggu kemarin aku belajar dari ibu. Beliau memberi resep turun-temurun. Sampai akhirnya sekarang aku bisa menghidangkannya untukmu. Sayangnya kau belum percaya nasi pecel itu buatanku.

Kau memang lebih suka masakan Fatimah. Janda cantik pemilik warung depan rumah. Daripada nasi pecel itu mubadzir dan tak barokah. Lebih baik kuberikan pada tetangga sebelah. Hitung-hitung buat sedekah.

Tak lama, kau menanyakan nasi pecel itu. Karena kau lapar dan Fatimah tak berjualan hari itu. Katamu, daripada kelaparan, lebih baik makan nasi pecel yang kuhidangkan untukmu. Meski kau belum percaya itu buatanku.

Maaf sayang, aku terlanjur tak menyisakan untukmu. Tetangga sebelah lebih menghargai jerih payahku, daripada kau, suamiku. Jadi, jangan tanyakan lagi tentang nasi pecel itu. Karena mulai sekarang aku tak akan lagi menghidangkannya untukmu. 


gambar: sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jasa Desain Cover